BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Historiografi
Indonesia Modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah Indonesia yang lebih
modern dari pada historiografi Indonesia yang terdahulu yaitu historiografi
tradisional, historiografi masa kolonial atau masa reformasi. Tumbuhnya
historiografi Indonesia modern merupakan suatu tuntutan akan ketepatan teknik
dalam usaha untuk mendapatkan fakta sejarah dengan cermat dan mengadakan
rekonstruksi sebaik mungkin serta menerangkannya dengan tepat
Historiografi
Indonesia modern dimulai pada tanggal 14-18 Desember 1957, ketika itu
kementrian pendidikan mengadakan Sejarah Seminar Nasional yang pertama di
Yogyakarta.[1]Semenjak
itu penulisan sejarah Indonesia mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di
Indonesia ditulis oleh orang Indonesiasendiri. Sehingga dengan demikian dapat
dilihat perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjak. Tentu saja hal ini
sangat berpengaruhbagi perkembangan sejarah itu sendiri. Berbagai peristiwa
yang terjadidi Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan
demikiantentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena
yangmenulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa
tersebutterjadi atau setidaknya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Biografi Hoessein Djajadiningrat ?
2. Apa Saja Karya-Karya Hoessein Djajadiningrat ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Husein Djojodiningrat
Prof. Dr. Husein Jayadiningrat (ejaan lama: Hoessein Djajadiningrat),
(lahir di Kramatwatu, Serang, 8 Desember). Lahir dari pasangan R. Bagus
Jayawinata (R. Bagoes Djajawinata), wedana yang kemudian menjadi bupati Serang
yang berpikiran maju, dan Ratu Salehah yang berasal Cipete Serang. Husein
merupakan penanggungjawab surat kabar bulanan berbahsaa Sunda Sekar Roekoen
yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen.[2]Husein
merupakan salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Ketika masih
remaja, ia dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat, baik dalam ilmu
agama, maupun ilmu barat. Melihat bakat dan potensi yang dimiliki Husein,
Snouck Hurgronje menyekolahkan Husein ke Universitas Kerajaan Leiden.[3]
Sebelum menyelesaikan sekolah lanjutanya, HBS di Batavia (Jakarta), Snouck
Hurgronje telah mengajarinya bahasa Yunani dan Latin, dan ketika berusia 18
tahun, 1904 ia diberangkatkan ke Negeri Belanda dan masuk ke sekolah Gymnasium
di Leiden. Tahun 1905, ia memasuki Universitas Laiden, jurusan Bahasa dan
Sastra Nusantara.
Selama belajar disana, selain tidak tertinggal oleh kemampuan para
mahasiswa Eropa, ia pun berhasil menujukkan prestasinya. Bahkan pada 1910,
Hoesein berhasil memenangkan sayembara tentang “Aneka data karya Melayu
mengenai Kesultanan Aceh”. Tiga tahun kemudian, 3 Mei 1913, Hoesein berhasil
mempertahankan disertasi Doktornya, Critische Beschouwing van de Sadjarah
Banten : Bidjrage ter ken schetsing van de Javaansche Geschiedschrijving (
Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten : Sumbangan bagi pengenalan sifat-sifat
penulisan sejarah Jawa), dengan predikat cumlaude. Disertasinya ini
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan di terbitkan oleh penerbit
Djambatan pada tahun 1983.
Setelah menyelesaikan
studinya, ia langsung kembali ke Indonesia. Bulan berikutnya, 21 juni 1913, ia
bekerja sebagai peneliti bahasa-bahasa Nusantara di Kantor voor Inlandsche
Zaken (Kantor Urusan Pribumi) sampai tahun 1918.Pada tahun 1919 Husein menjadi
pembina surat kabar bulanan Sekar Roekoen yang berbahsa Sunda yang diterbitkan
oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen. Selain itu ia pun menerbitkan Pusaka Sunda,
majalah berbahasa Sunda yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Pada tahun yang
sama ia juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur
majalah Djawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama sama dengan Raden
Ngabehi Purbacaraka (Poerbatjaraka).
Tahun 1924 ia diangkat diangkat menjadi gurubesar di
Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) dan memberikan
kuliah tentang Hukum Islam, bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda. Tahun 1935 dan 1941
diangkat menjadi anggota Dewan Hindia. Bertahun-tahun pernah menjadi konservator
naskah (manuskrip) di Bataviaasch Genootschap can Kunsten en Wetenschappen
(Perkmpulan Masyarakat Pencinta Seni dan Ilmu Pengetahuan). Pada mulanya
sebagai anggota diréksi, kemuadian dari tahun 1936 menjadi ketuanya.
Tahun 1940 ia menjabat sebagai Direktur Pengajaran Agama. Pada
jaman Jepang menjadi Kepala Departemen Urusan Agama. Tahun 1948 diangkat
menjadi Mentri Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan pada masa
pemerintahan presiden Sukarno. Tahun 1952 menjadi gurubesar Fakultas Sastra
Universitas Indonesia. Tahun 1957 menjadi pemimpin umum Lembaga Bahasa dan
Budaya (LBB), merangkap sebagai anggota Komisi Istilah di lembaga tersebut.
Pada tahun 1963 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Islam Jalan Mutlak, Husein Jayadiningrat wafat pada 12 November 1960 (1379 H).[4]
B.
Karya Hoesein Djajadiningrat
Dalam buku Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten Pendekatan yang
digunakan oleh Hoesein Djajadinigrat adalah dengan cara menganalisa ciri- ciri
penulisan sejarah Jawa. Dimana dalam naskah sejarah Banten terdapat tiga
redaksi kroni yaitu : yang tertua dari tahun 1662/1663, yang selanjutnya cerita
sejarah itu dirangkai ke dalam kerangka suatu cerita, sedangkan tentang
pendahuluan dibicarakan secara panjang lebar.[5]
Contohnya adalah Babad Kediri. Cerita
sejarah di bagi menjadi dua bagian yaitu: 1.
Menguraikan tradisi- tradisi yang longgar tentang zaman yang lebih tua di seluruh Jawa. 2.
Membicarakan tentang peristiwa- peristiwa di Banten sejak masuknya agama Islam hingga zamannya penulis kronik
itu, dimana yang pertama jauh lebih
ringkas daripada yang kedua.
Kronik – kronik Jawa merupakan pembendaharaan dari dongeng- dongeng
Bumi Putra tidak asli melainkan kembali pada prototip Hindu dan ada unsur-
unsur yang berasal dari Hindu. Contohnya dalam dongeng Sunan Giri. Ciri- ciri
pokok dongengnya adalah: Bayi itu dikatakan sebagai bencana. Oleh karena itu
bayi dibuang ke laut dalam sebuah peti, peti tersebut diselubungi cahaya yang
penuh rahasia, hal itu bertujuan untuk menarik perhatian orang agar mau
mengangkat bayi itu dari dalam laut dan suatu mukjizat untuk kepentingan bayi
itu keluar air susu dari buahdada seorang wanita.[6]
Salah satu karyanya adalah “ Tinjauan
Kritis Tentang Sejarah Banten”. Gaya penulisan Sajarah Banten mengikuti
tradisi asli bangsa Aria, yaitu menceritakan suatu kisah melalui percakapan
antara dua orang tertentu. Bentuk semacam ini banyak dijumpai pada karya sastra
klasik India dan Persia. Misalnya, cerita Mahabharata yang disusun dalam bentuk
percakapan Waisampayana kepada Janamejaya. Kisah 1001 Malam diubah melalui
percakapan putri Syahrazad kepada raja Syahriar. Demikian pula Sajarah Banten
merupakan percakapan antara dua orang yang bernama Sandimaya dan Sandisastra.
Sajarah
Banten yang meliputi 66 pupuh dibagi oleh Prof. Hoesein menjadi dua bagian.
Bagian pertama (pupuh 1-16) isinya mirip dengan Babad Tanah Jawi: menceritakan
Kerajaan Galuh dan Majapahit, penyebaran Islam oleh Wali Songo, serta tumbuhnya
kerajaan-kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram. Bagian kedua (pupuh 17-66) khusus
menceritakan Kerajaan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, Maulana
Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan Abulmafakhir, dan Sultan Abulfath Abdulfattah
(Sultan Ageng Tirtayasa). Diuraikan juga perluasan pengaruh Banten ke Sumatera
bagian selatan, serta hubungan Banten dengan Mataram.Yang dianalisis oleh Prof.
Hoesein hanya bagian kedua Sajarah Bante karena bagian yang berhubungan dengan
negeri itu. Semua berita diuji kebenarannya dengan menggunakan sumber sejarah
yang lain sebagai pembanding. Begitu cermatnya Prof. Hoesein meneliti pupuh
demi pupuh, sehingga tidaklah aneh jika gelar doktor tahun 1913 itu beliau raih
dengan pujian (cum laude).
Dengan
menggunakan catatan Portugis dan Belanda mengenai Banten, serta
membandingkannya terhadap tradisi lokal yang lain, Prof. Hoesein
merekonstruksikan isi Sajarah Banten yang merupakan fakta sejarah: Penyebaran
Islam di Jawa Barat dilakukan pertama kali oleh Sunan Gunung Jati dan putranya,
Maulana Hasanuddin. Kemudian Hasanuddin menjadi raja Banten yang pertama
(1552-1570). Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf (1570-1580), putra
Hasanuddin, Banten menaklukkan Pakuan Pajajaran. Maulana Yusuf digantikan
putranya, Maulana Muhammad (1580-1596), yang gagal menaklukkan Palembang.
Penyerangan ke Palembang yang menyebabkan gugurnya Maulana Muhammad bertepatan
dengan kedatangan orang Belanda yang pertama kali di pelabuhan Banten pada
bulan Juni 1596.
Kemudian Banten
diperintah putra Maulana Muhammad, Pangeran Ratu (1596-1651), dengan dibantu
oleh Pangeran Arya Ranamanggala. Pada masa inilah Belanda merebut Jaketra
(Jakarta) tahun 1619. Usaha Susuhunan Mataram untuk mengusir Belanda dari
Jaketra tahun 1628-1629 menemui kegagalan. Pangeran Ratu mengutus duta kepada
Sarip Jahed di Mekkah yang mewakili Sultan Rum (Turki) untuk meminta gelar
sultan. Maka Pangeran Ratu memperoleh gelar Sultan Abulmafakhir Mahmud
Abdulkadir, raja di Jawa yang pertama kali memakai gelar sultan. Pada saat
Sajarah Banten disusun tahun 1663, Banten diperinah oleh cucu Pangeran Ratu,
Sultan Abulfath Abdulfattah (Sultan Ageng Tirtayasa) yang sedang gigih melawan
Belanda.
Prof. Hoesein juga menguraikan latar
belakang isi Sajarah Banten yang tidak merupakan fakta sejarah. Misalnya,
silsilah Sunan Gunung Jati dari Nabi Adam dan Nabi Muhammad, yang bertujuan
memuliakan salah seorang Wali Songo, serta cerita pernikahan Maulana Hasanuddin
dengan putri Pajajaran, yang tentu bertujuan memposisikan Banten sebagai
kesinambungan dari kerajaan Hindu itu. Bukankah Demak juga menghubungkan diri
dengan Majapahit. Akan tetapi, tidak semua pendapat Prof. Hoesein tahan uji.
Dalam disertasi ini Prof. Hoesein menyamakan Sunan Gunung Jati dengan Faletehan
dari Pasai. Identifikasi ini diamini oleh banyak ahli sejarah. Baru pada tahun
1957, sejarawan Belanda R.A. Kern mencoba menyangkal pendapat umum itu. Namun
waktu itu argumentasinya belum cukup kuat.
Penyaman Sunan Gunung Jati dengan
Faletehan (Fatahillah) terus berlangsung sampai ditemukannya naskah Purwaka
Caruban Nagari pada tahun 1970 di Cirebon. Naskah yang ditulis abad ke-17 itu
mengemukakan bahwa Faletehan menantu Sunan Gunung Jati. Faletehan atau
Fatahillah, panglima Demak yang mendirikan kota Jakarta, berasal dari Pasai,
dan nama aslinya Fadillah Khan. Adapun Sunan Gunung Jati, penguasa Cirebon dan
salah seorang Wali Songo, merupakan keturunan Pajajaran, dan nama aslinya
Syarif Hidayatullah. Dan adalah Sunan Gunung Jati, bukan Fatahillah, yang
merupakan ayah Maulana Hasanuddin dari Banten.
Selain buku
Tinjauan Krtis Tentang Sejarah Banten masih ada karya-karya lain yang ditulis
oleh Husein Joyodiningrat diantara karya-karya tersebut antara lain yaitu
sebagai berikut:
1.
Mohammedaansche
wet en het geerstelsen der Indonesische Mohammedanen ( pidato ilmiah di Sekolah Tinggi Hukum, 1925).
2.
De
Magische achtergrond van de Maleische pantoen ( pidato ilmiah dina raraga mieling tepung taun STH ka-9, 1933).
3.
De
naam can den eerste Mohhedaanschen vorst in west java (1933).
4.
Apa
Artinya Islam (pidato ilmiah
teoung taun UI ka-4).
5.
Hari
lahirnya Djajakarta (1956).
6.
Konttekeninggen
bij “ het Javaanse Rijk Tjerbon un de eerste eeuwen van zijn bestaan (1957).
7.
Islam
in Indonesia (Dina Kenneth
D. Morgan , Islam the straight Path, 1956).
8.
Pengaruh
Islam di Iran dina Islam di Indonesia (
Dina Ivan Noris , 1959).
9.
Local
Tradition and the Study of Indonesian History (Dina Soedjatmoko, dkk., An Introduction to Indonesian
Historiography, 1965).
Pada waktu mempertahankan disertasinya itu usia beliau baru
menginjak 27 tahun. Dalam studinya Husein Djajadiningrat mengkaji 10 naskah
yang ditulis dengan menggunakan tiga jenis aksara (Pegon, Jawa, dan Latin) dan
bahasa Jawa, serta berasal dari koleksi Prof. Snouck Hurgronje (4 naskah),
koleksi Dr. D.A. Rinkes (1 naskah), Bijbel Genootschap (1 naskah),
koleksi Brandes (2 naskah), koleksi Warner (1 naskah).[7]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan: Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Historiografi
Indonesia Modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah Indonesia yang lebih
modern dari pada historiografi Indonesia yang terdahulu seperti historiografi
tradisional, historiografi masa kolonial atau masa reformasi. Dimana makalah
ini membahas mengenai tokoh Historiografi Modern Indonesia yaitu Hoesein Djajadiningrat yang merupakan salah satu pelopor tradisi
keilmuan di Indonesia juga dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat,
baik dalam ilmu agama, maupun ilmu barat.
Husein
telah membuka jalan bagi penelitian tentang historiografi Indonesia sehingga ia
pun dikenal pula sebagai “bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia”.
Dialah orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doktor dan guru besar
pribumi yang pertama di Indonesia. Adapun dalam menulis karyanya ia menggunakan
pendekatan dengan cara menganalisa
ciri- ciri penulisan sejarah Jawa, yang mana dalam naskah sejarah Banten
terdapat tiga redaksi kronik. Salah satu karyanya yang berjudul Critische
Beschouwing van de Sadjarah Banten ( Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten).
DAFTAR PUSTAKA
Djambatan, 1983.,Kuntowijoyo, Metodologi
Sejarah, ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994), Harun
Nasution, 1992.Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan. Hoesein
djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, 1983 Jakarta: Korver,
A.P.E. Serikat Islam: Gerakan Ratu Adil.
Jakarta: Grafiti Pers,. 1985, http://id.wikipedia.org/wiki/Hussein
Jayadiningrat/ diakses 25 November 2013.
[1] Kuntowijoyo, Metodologi
Sejarah, ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994), hlm. 1.
[3] Korver, A.P.E. Serikat Islam: Gerakan Ratu Adil.
Jakarta: Grafiti Pers,. 1985, hal. 251.
[5]Hoesein djajadiningrat, Tinjauan
Kritis Tentang Sejarah Banten. ( Jakarta: Djambatan, 1983)., hlm. 318.
[6]Ibid., hlm. 326.
[7]Ibid,.hal.4