Jumat, 15 Desember 2017

HISTORIOGRAFI MODERN HUSAIN DJAJADININGRAT



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Historiografi Indonesia Modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah Indonesia yang lebih modern dari pada historiografi Indonesia yang terdahulu yaitu historiografi tradisional, historiografi masa kolonial atau masa reformasi. Tumbuhnya historiografi Indonesia modern merupakan suatu tuntutan akan ketepatan teknik dalam usaha untuk mendapatkan fakta sejarah dengan cermat dan mengadakan rekonstruksi sebaik mungkin serta menerangkannya dengan tepat
Historiografi Indonesia modern dimulai pada tanggal 14-18 Desember 1957, ketika itu kementrian pendidikan mengadakan Sejarah Seminar Nasional yang pertama di Yogyakarta.[1]Semenjak itu penulisan sejarah Indonesia mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesiasendiri. Sehingga dengan demikian dapat dilihat perkembangan Indonesia-sentris yang mulai beranjak. Tentu saja hal ini sangat berpengaruhbagi perkembangan sejarah itu sendiri. Berbagai peristiwa yang terjadidi Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri, dengan demikiantentu saja objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena yangmenulis sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebutterjadi atau setidaknya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi Hoessein Djajadiningrat ?
2.      Apa Saja Karya-Karya Hoessein Djajadiningrat ?




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Biografi Husein Djojodiningrat
Prof. Dr. Husein Jayadiningrat (ejaan lama: Hoessein Djajadiningrat), (lahir di Kramatwatu, Serang, 8 Desember). Lahir dari pasangan R. Bagus Jayawinata (R. Bagoes Djajawinata), wedana yang kemudian menjadi bupati Serang yang berpikiran maju, dan Ratu Salehah yang berasal Cipete Serang. Husein merupakan penanggungjawab surat kabar bulanan berbahsaa Sunda Sekar Roekoen yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen.[2]Husein merupakan salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia. Ketika masih remaja, ia dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat, baik dalam ilmu agama, maupun ilmu barat. Melihat bakat dan potensi yang dimiliki Husein, Snouck Hurgronje menyekolahkan Husein ke Universitas Kerajaan Leiden.[3] Sebelum menyelesaikan sekolah lanjutanya, HBS di Batavia (Jakarta), Snouck Hurgronje telah mengajarinya bahasa Yunani dan Latin, dan ketika berusia 18 tahun, 1904 ia diberangkatkan ke Negeri Belanda dan masuk ke sekolah Gymnasium di Leiden. Tahun 1905, ia memasuki Universitas Laiden, jurusan Bahasa dan Sastra Nusantara.
Selama belajar disana, selain tidak tertinggal oleh kemampuan para mahasiswa Eropa, ia pun berhasil menujukkan prestasinya. Bahkan pada 1910, Hoesein berhasil memenangkan sayembara tentang “Aneka data karya Melayu mengenai Kesultanan Aceh”. Tiga tahun kemudian, 3 Mei 1913, Hoesein berhasil mempertahankan disertasi Doktornya, Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten : Bidjrage ter ken schetsing van de Javaansche Geschiedschrijving ( Tinjauan Kritis tentang Sejarah Banten : Sumbangan bagi pengenalan sifat-sifat penulisan sejarah Jawa), dengan predikat cumlaude. Disertasinya ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan di terbitkan oleh penerbit Djambatan pada tahun 1983.
      Setelah menyelesaikan studinya, ia langsung kembali ke Indonesia. Bulan berikutnya, 21 juni 1913, ia bekerja sebagai peneliti bahasa-bahasa Nusantara di Kantor voor Inlandsche Zaken (Kantor Urusan Pribumi) sampai tahun 1918.Pada tahun 1919 Husein menjadi pembina surat kabar bulanan Sekar Roekoen yang berbahsa Sunda yang diterbitkan oleh Perkoempoelan Sekar Roekoen. Selain itu ia pun menerbitkan Pusaka Sunda, majalah berbahasa Sunda yang membahas tentang kebudayaan Sunda. Pada tahun yang sama ia juga mendirikan Java Instituut dan sejak tahun 1921 menjadi redaktur majalah Djawa yang diterbitkan oleh lembaga tersebut bersama sama dengan Raden Ngabehi Purbacaraka (Poerbatjaraka).
Tahun 1924 ia diangkat diangkat menjadi gurubesar di Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta) dan memberikan kuliah tentang Hukum Islam, bahasa Jawa, Melayu, dan Sunda. Tahun 1935 dan 1941 diangkat menjadi anggota Dewan Hindia. Bertahun-tahun pernah menjadi konservator naskah (manuskrip) di Bataviaasch Genootschap can Kunsten en Wetenschappen (Perkmpulan Masyarakat Pencinta Seni dan Ilmu Pengetahuan). Pada mulanya sebagai anggota diréksi, kemuadian dari tahun 1936 menjadi ketuanya.
Tahun 1940 ia menjabat sebagai Direktur Pengajaran Agama. Pada jaman Jepang menjadi Kepala Departemen Urusan Agama. Tahun 1948 diangkat menjadi Mentri Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan pada masa pemerintahan presiden Sukarno. Tahun 1952 menjadi gurubesar Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Tahun 1957 menjadi pemimpin umum Lembaga Bahasa dan Budaya (LBB), merangkap sebagai anggota Komisi Istilah di lembaga tersebut. Pada tahun 1963 telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, Islam Jalan Mutlak, Husein Jayadiningrat wafat pada 12 November 1960 (1379 H).[4]


B.     Karya Hoesein Djajadiningrat
Dalam buku Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten Pendekatan yang digunakan oleh Hoesein Djajadinigrat adalah dengan cara menganalisa ciri- ciri penulisan sejarah Jawa. Dimana dalam naskah sejarah Banten terdapat tiga redaksi kroni yaitu : yang tertua dari tahun 1662/1663, yang selanjutnya cerita sejarah itu dirangkai ke dalam kerangka suatu cerita, sedangkan tentang pendahuluan dibicarakan secara panjang lebar.[5] Contohnya adalah Babad Kediri.                                                                                                                   Cerita sejarah di bagi menjadi dua bagian yaitu:                                                 1. Menguraikan tradisi- tradisi yang longgar tentang zaman yang lebih tua        di seluruh Jawa.                                                                                                          2. Membicarakan tentang peristiwa- peristiwa di Banten sejak masuknya   agama Islam hingga zamannya penulis kronik itu, dimana yang pertama jauh lebih ringkas daripada yang kedua.
Kronik – kronik Jawa merupakan pembendaharaan dari dongeng- dongeng Bumi Putra tidak asli melainkan kembali pada prototip Hindu dan ada unsur- unsur yang berasal dari Hindu. Contohnya dalam dongeng Sunan Giri. Ciri- ciri pokok dongengnya adalah: Bayi itu dikatakan sebagai bencana. Oleh karena itu bayi dibuang ke laut dalam sebuah peti, peti tersebut diselubungi cahaya yang penuh rahasia, hal itu bertujuan untuk menarik perhatian orang agar mau mengangkat bayi itu dari dalam laut dan suatu mukjizat untuk kepentingan bayi itu keluar air susu dari buahdada seorang wanita.[6]
Salah satu karyanya adalah “ Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten”. Gaya penulisan Sajarah Banten mengikuti tradisi asli bangsa Aria, yaitu menceritakan suatu kisah melalui percakapan antara dua orang tertentu. Bentuk semacam ini banyak dijumpai pada karya sastra klasik India dan Persia. Misalnya, cerita Mahabharata yang disusun dalam bentuk percakapan Waisampayana kepada Janamejaya. Kisah 1001 Malam diubah melalui percakapan putri Syahrazad kepada raja Syahriar. Demikian pula Sajarah Banten merupakan percakapan antara dua orang yang bernama Sandimaya dan Sandisastra.
Sajarah Banten yang meliputi 66 pupuh dibagi oleh Prof. Hoesein menjadi dua bagian. Bagian pertama (pupuh 1-16) isinya mirip dengan Babad Tanah Jawi: menceritakan Kerajaan Galuh dan Majapahit, penyebaran Islam oleh Wali Songo, serta tumbuhnya kerajaan-kerajaan Demak, Pajang, dan Mataram. Bagian kedua (pupuh 17-66) khusus menceritakan Kerajaan Banten pada masa pemerintahan Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan Abulmafakhir, dan Sultan Abulfath Abdulfattah (Sultan Ageng Tirtayasa). Diuraikan juga perluasan pengaruh Banten ke Sumatera bagian selatan, serta hubungan Banten dengan Mataram.Yang dianalisis oleh Prof. Hoesein hanya bagian kedua Sajarah Bante karena bagian yang berhubungan dengan negeri itu. Semua berita diuji kebenarannya dengan menggunakan sumber sejarah yang lain sebagai pembanding. Begitu cermatnya Prof. Hoesein meneliti pupuh demi pupuh, sehingga tidaklah aneh jika gelar doktor tahun 1913 itu beliau raih dengan pujian (cum laude).
Dengan menggunakan catatan Portugis dan Belanda mengenai Banten, serta membandingkannya terhadap tradisi lokal yang lain, Prof. Hoesein merekonstruksikan isi Sajarah Banten yang merupakan fakta sejarah: Penyebaran Islam di Jawa Barat dilakukan pertama kali oleh Sunan Gunung Jati dan putranya, Maulana Hasanuddin. Kemudian Hasanuddin menjadi raja Banten yang pertama (1552-1570). Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin, Banten menaklukkan Pakuan Pajajaran. Maulana Yusuf digantikan putranya, Maulana Muhammad (1580-1596), yang gagal menaklukkan Palembang. Penyerangan ke Palembang yang menyebabkan gugurnya Maulana Muhammad bertepatan dengan kedatangan orang Belanda yang pertama kali di pelabuhan Banten pada bulan Juni 1596.
Kemudian Banten diperintah putra Maulana Muhammad, Pangeran Ratu (1596-1651), dengan dibantu oleh Pangeran Arya Ranamanggala. Pada masa inilah Belanda merebut Jaketra (Jakarta) tahun 1619. Usaha Susuhunan Mataram untuk mengusir Belanda dari Jaketra tahun 1628-1629 menemui kegagalan. Pangeran Ratu mengutus duta kepada Sarip Jahed di Mekkah yang mewakili Sultan Rum (Turki) untuk meminta gelar sultan. Maka Pangeran Ratu memperoleh gelar Sultan Abulmafakhir Mahmud Abdulkadir, raja di Jawa yang pertama kali memakai gelar sultan. Pada saat Sajarah Banten disusun tahun 1663, Banten diperinah oleh cucu Pangeran Ratu, Sultan Abulfath Abdulfattah (Sultan Ageng Tirtayasa) yang sedang gigih melawan Belanda.
Prof. Hoesein juga menguraikan latar belakang isi Sajarah Banten yang tidak merupakan fakta sejarah. Misalnya, silsilah Sunan Gunung Jati dari Nabi Adam dan Nabi Muhammad, yang bertujuan memuliakan salah seorang Wali Songo, serta cerita pernikahan Maulana Hasanuddin dengan putri Pajajaran, yang tentu bertujuan memposisikan Banten sebagai kesinambungan dari kerajaan Hindu itu. Bukankah Demak juga menghubungkan diri dengan Majapahit. Akan tetapi, tidak semua pendapat Prof. Hoesein tahan uji. Dalam disertasi ini Prof. Hoesein menyamakan Sunan Gunung Jati dengan Faletehan dari Pasai. Identifikasi ini diamini oleh banyak ahli sejarah. Baru pada tahun 1957, sejarawan Belanda R.A. Kern mencoba menyangkal pendapat umum itu. Namun waktu itu argumentasinya belum cukup kuat.
Penyaman Sunan Gunung Jati dengan Faletehan (Fatahillah) terus berlangsung sampai ditemukannya naskah Purwaka Caruban Nagari pada tahun 1970 di Cirebon. Naskah yang ditulis abad ke-17 itu mengemukakan bahwa Faletehan menantu Sunan Gunung Jati. Faletehan atau Fatahillah, panglima Demak yang mendirikan kota Jakarta, berasal dari Pasai, dan nama aslinya Fadillah Khan. Adapun Sunan Gunung Jati, penguasa Cirebon dan salah seorang Wali Songo, merupakan keturunan Pajajaran, dan nama aslinya Syarif Hidayatullah. Dan adalah Sunan Gunung Jati, bukan Fatahillah, yang merupakan ayah Maulana Hasanuddin dari Banten.
Selain buku Tinjauan Krtis Tentang Sejarah Banten masih ada karya-karya lain yang ditulis oleh Husein Joyodiningrat diantara karya-karya tersebut antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Mohammedaansche wet en het geerstelsen der Indonesische Mohammedanen ( pidato ilmiah di Sekolah Tinggi Hukum, 1925).
2. De Magische achtergrond van de Maleische pantoen ( pidato ilmiah dina raraga mieling tepung taun STH ka-9, 1933).
3. De naam can den eerste Mohhedaanschen vorst in west java (1933).
4. Apa Artinya Islam (pidato ilmiah teoung taun UI ka-4).
5. Hari lahirnya Djajakarta (1956).
6. Konttekeninggen bij “ het Javaanse Rijk Tjerbon un de eerste eeuwen van zijn bestaan (1957).
7. Islam in Indonesia (Dina Kenneth D. Morgan , Islam the straight Path, 1956).
8. Pengaruh Islam di Iran dina Islam di Indonesia ( Dina Ivan Noris , 1959).
9. Local Tradition and the Study of Indonesian History (Dina Soedjatmoko, dkk., An Introduction to Indonesian Historiography, 1965).
    Pada waktu mempertahankan disertasinya itu usia beliau baru menginjak 27 tahun. Dalam studinya Husein Djajadiningrat mengkaji 10 naskah yang ditulis dengan menggunakan tiga jenis aksara (Pegon, Jawa, dan Latin) dan bahasa Jawa, serta berasal dari koleksi Prof. Snouck Hurgronje (4 naskah), koleksi Dr. D.A. Rinkes (1 naskah), Bijbel Genootschap (1 naskah), koleksi Brandes (2 naskah), koleksi Warner (1 naskah).[7]




BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:                                                                                                              Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Historiografi Indonesia Modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah Indonesia yang lebih modern dari pada historiografi Indonesia yang terdahulu seperti historiografi tradisional, historiografi masa kolonial atau masa reformasi. Dimana makalah ini membahas mengenai tokoh Historiografi Modern Indonesia yaitu Hoesein Djajadiningrat yang merupakan salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia juga dikenal sebagai pemuda yang pintar dan berbakat, baik dalam ilmu agama, maupun ilmu barat.
Husein telah membuka jalan bagi penelitian tentang historiografi Indonesia sehingga ia pun dikenal pula sebagai “bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia”. Dialah orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doktor dan guru besar pribumi yang pertama di Indonesia. Adapun dalam menulis karyanya ia menggunakan pendekatan dengan cara menganalisa ciri- ciri penulisan sejarah Jawa, yang mana dalam naskah sejarah Banten terdapat tiga redaksi kronik. Salah satu karyanya yang berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten ( Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten).









DAFTAR PUSTAKA
Djambatan, 1983.,Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994),                                                                          Harun Nasution, 1992.Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta: Djambatan. Hoesein djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, 1983 Jakarta: Korver, A.P.E. Serikat Islam: Gerakan Ratu Adil. Jakarta: Grafiti Pers,. 1985, http://id.wikipedia.org/wiki/Hussein Jayadiningrat/ diakses 25 November 2013.













[1] Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, ( Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994), hlm. 1.
[3] Korver, A.P.E. Serikat Islam: Gerakan Ratu Adil. Jakarta: Grafiti Pers,. 1985, hal. 251.
      [4]Harun Nasution, Ensiklopedia Islam Indonesia, ( Jakarta: Djambatan, 1992), hlm. 337- 340.
[5]Hoesein djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten. ( Jakarta: Djambatan, 1983)., hlm. 318.
[6]Ibid., hlm. 326.
[7]Ibid,.hal.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar